Puas Belanja di Pasar Tradisional dengan Jajanan yang Khas

jajanan tradisional

Pasar Tradisional. Saya teringat, waktu kecil, saya selalu berlalu-lalang melewati lorong gang  yang saat ini beralih fungsi menjadi Pasar Tradisional setiap paginya. Pasar Tradisional, identik dengan berbagai ragam aroma ikan laut segar yang menguar, sayuran, rempah dan bumbu dapur, serta berjejer aneka jajanan khas pasar tradisional.

Dulunya, pasar tradisional tersebut terletak di seberang jalan besar, sehingga saya nggak bisa leluasa mencicipi jajanan yang ada di sana. Kata Ibu “awas ketabrak sepeda” kalau saya nekat menyebrang jalan untuk mendatangi pasar tradisional tersebut. Sekarang? Saya sudah besar dan Pasar Tradisional tersebut pun sudah pindah di Gang tempat bermain semasa kecil saya. Jadi, Ibu nggak perlu khawatir lagi. Ya.. meskipun setiap pergi ke sana, Ibu selalu berada nggak jauh dari jangkauan saya.

Manfaat Belanja di Pasar Tradisional

Sementara saya menjelajah satu-persatu emak penjual jajanan khas Pasar Tradisional, biasanya Ibu dengan kiprahnya memilih ikan dan sayur segar beserta membeli bumbu-bumbu yang keberadaannya mulai menipis di dapur, nggak lupa juga Ibu mengeluarkan jurus negosiasi handal miliknya, jurus yang sampai sekarang belum juga bisa saya kuasai. Sepertinya peribahasa “Buah Jatuh Tidak Jauh dari Pohonnya” perlu dipertanyakan keabsahannya :D.

Oh, iya, nggak lupa juga, nyaring suara Buibu penjual pakaian, dengan lantangnya dia menawarkan barang dagangan yang minta dimasukkan keranjang belanjaan banget. Tapi, saya lebih memilih untuk banyak-banyak Istighfar ketimbang menyanggupi teriakan Buibu penjual pakaian tersebut 😀

Belanja di Pasar Tradisional memang menyenangkan. Saya bisa merasakan kepuasan yang jauh berbeda ketika saya belanja di swalayan. Seperti halnya..

Semua ada di Pasar Tradisional

Mulai dari sayuran, bumbu dapur, buah, pakaian dan kebutuhan rumah tangga lainnya, lengkap, termasuk jajanan khas pasar tradisional. Saya bisa memilih jajanan pasar sesuka hati, mau jajanan gurih sampai manis, semua bisa saya masukkan dalam keranjang belanjaan. Tapi maaf, nggak ada jajanan yang rasanya pahit di sana, karena yang pahit itu adanya cuma dalam kenangan sama mantan.

Pasar Tradisional Menawarkan Harga yang Ekonomis dan Fleksibel.

Mungkin kalian belum tahu kalau harga barang yang dijual di Pasar Tradisional dan Swalayan itu selisihnya lumayan, tentunya Pasar Tradisional menawarkan barang dengan harga yang lebih merakyat ketimbang Swalayan. Selain itu.. dari harga merakyat tersebut, saya masih bisa menawarnya secara “pendekatan intens” dengan Buibu penjualnya. Baiklah.. bukan saya yang nawar, tapi Ibu saya. Tapi jelasnya, dengan uang Rp. 10.000,- saya bisa mendapatkan aneka ragam jajanan khas Pasar Tradisional.

Bumbu, Ikan ataupun Sayur dalam Keadaan Segar Setiap Harinya.

Yang terpenting buat saya adalah.. Pasar Tradisional biasanya menargetkan barang dagangan habis dalam sehari, maklum, nggak ada lemari pendingin di sana. Jadi akan ada barang;  sayur, ikan, buah, atau kebutuhan pokok lain, serta jajanan pasar yang baru dan dalam keadaan segar setiap hari. Jelas bahan-bahan tersebut tanpa bahan pengawet berlebih yang bisa mengganggu kesehatan saya.

Saya bisa setiap pagi mendatanginya

Mengingat jarak Pasar Tradisional yang lumayan dekat dengan rumah saya, dan kendaraan seperti Delman atau Becak pun berseliweran di depan rumah setiap hari, saya bisa kapan saja mendatangi Pasar Tradisional tersebut. Dan tentunya saya nggak perlu menghabiskan banyak waktu dalam perjalanan menuju ke sana. Maklum, seringnya saya menyediakan jajanan pasar seperti; Bikang, Onde-Onde, Lepet Gedang, Kue lumpur, atau beberapa jajanan pasar lainnya, di meja makan saya.

Berbincang secara Intens dengan Orang-orang di Pasar Tradisional

Selain untuk keperluan berbelanja, saya juga menikmati perbincangan intim di Pasar Tradisional, bertegur sapa dengan pengunjung lain, tawar-menawar harga dengan buibu penjual, serta obrolan kecil dibumbui sedikit kabar burung terbaru dengan para tetangga, semua itu terasa dekat dan hangat. Keriuhan Pasar Tradisional pun, terkadang berbeda dengan keriuhan yang saya lihat di Swalayan. Entah karena gensi atau karena memang orang-orangnya yang masa bodoh.

Dengan segala pertimbangan di atas, dan di tengah pesatnya pembangunan swalayan, rasanya nggak ada alasan saya bermalas-malasan pergi ke Pasar Tradisional. Soal kenyamanan? Hei, sekarang sudah ada program revitalisasi dari pemerintah, loh. Pasar Tradisional yang biasanya terlihat kumuh dengan bau kurang sedap, sekarang mulai berkembang menjadi Pasar Tradisional nyaman dengan penataan yang rapih dan tentunya bikin betah. Do’a saya, semoga program revitalisasi tersebut segera menghampiri Pasar Tradisional yang biasa menjadi tempat saya berbelanja. Amin?

Terakhir, pesan saya untuk Buibu di seluruh pelosok maupun kota Indonesia tercinta ini; Cobalah sesekali mengunjungi Pasar Tradisional, dan siapkan diri Buibu untuk merasakan pengalaman yang nggak biasa dan nggak terlupakan di dalamnya. Jangan lupa ajak anak-anak kalian, biar mereka juga bisa merasakan apa yang Buibu rasakan sewaktu kecil. Berbelanja di Pasar Tradisional bersama Ibu tercinta.

Sumber Gambar:
Instagram @indtravel
Twitter @arieparikesit

Sicerely,

Elisa

Picture of Elisa
Hai! Saya Elisa, Lifestyle Blogger Indonesia yang aktif menulis blog sejak 2014. Saat ini saya fokus berbagi artikel tentang properti seperti tips KPR, informasi rumah subsidi, dan review home appliance. Saya juga menulis artikel tentang skincare, fashion, kuliner, bisnis, teknologi, dan tema gaya hidup lainnya. Saya membuka peluang kolaborasi untuk UMKM dan brand secara global. Untuk informasi kolaborasi, contact me at: enquirielisa@gmail.com

You Might Also Need this Articles:

Show 46 Comments

46 Comments

  1. Jadi sepanjang lorong itu sekarang menjadi pasar begitu, ya?
    Apakah dulu pasar sebelumnya lebih besar? Mengapa dipindah, ya?
    Setiap hari ke pasar. 😀

  2. Iya.. Dulu Pasar tersebut memanfaatkan tanah kosong milik salah satu warga, berhubung tanahnya sudah diambil alih sama pemiliknya, jadi Pasarnya pindah. Sekarang memanfaatkan salah satu Gang yang ada di Desa saya.. Bahkan Gangnya ikut diberi nama Dengok Pasar Cilik. 😀

  3. saya masih suka ke pasar tradisional, hiruk pikuknya bisa kita rindukan beda dengan keramaian mall. Mudah-mudahan pasar semacam ini tidak tersingkir seiring pertumbuhan pasar modern

  4. Favorit gue mah kalo ke pasar kue pancong ama ongol-ongol, gada lawannya dah itu. Udah gitu kalo ke pasar banyak emak-emak berdaster bawa anak yang digendong, muka anaknya masih belepotan bedak =D

  5. Hahaha.. Di tempatku, pergi ke pasar ini tiap hari itu biasa, Mbak.. Pasarnya kecil memang, tapi barang-barangnya lengkap. Seringnya aku ke pasar buat beli jajanan sama sarapan, sekalian antar anak sekolah, gitu. 🙂

  6. Sy juga tinggal di pasar. Dulu kalau hari pasar tiap hari sabtu ramai orang2 yang mau jualan di depan rumah sy. Sampai mereka tidur di teras rumah. Tapi kemudian pasarnya dipindah 🙂

  7. Kalo ke pasar hari minggu tuh Mak, hmm, rame banget buset 😀

    @umimarfa

  8. istighfar ya mbak kalo lewat di los baju. haha…

    kalo saya ke pasar kalo pas butuh aja. soalnya tukang sayur keliling di sini banyak.

    @diahdwiarti

  9. nah itu dia pasar tradisional lengkap, apa yang dicari pasti nemu dan harganya murah juga masih bisa ditawar 😀

    @gemaulani

  10. pasar tradisional emang keren. meskipun kalah nyaman ataupun fasilitasnya kalah jauh dibanding pasar modern, tapi pasar tradisional tetap juara. jajanannya itu ngangenin! berkaa dari harganya sih gitu.. :")

  11. sudah jarang banget ke pasar kecuali pas nganter ibu belanja buat acara-acara keluarga:D

  12. Memang pasar tradisional itu eksisteninya tak tergantikan deeeh

    @Nurulrahma
    bukanbocahbiasa(dot)com

  13. Kalau ibu-ibu yang suka belanja pasti tak ketinggalan kabar burung 🙂
    blak-blakan bener ceritainnya, eh itu lepet gedang enak gx sih baru denger mba 🙂

  14. iya, tidak selamanya pasar menjadi sebuah transaksi, sama seperti ibuku dulu, ke pasar karena ingin ngobrol sekedar bertegur sapa menjaga silaturahim ya kan mbak

  15. walau pasar modern banyak bermunculan. pasar tradisional tetap punya tempat di hati.

    saya tidak tuap hari ke pasar. tapi kalau lagi pengen belanja sayur pasti lebih milih ke pasar tradisional.

    @QuelleIdee07

  16. Ingat sewaktu SMP suka ke pasar tradisional buat beli baju ama topi bersama teman-teman. Naik sepeda kayuh. Kalau jajanan pasar yang suka dibeli ya surabi, klanting, onde-onde. Sampe sekarang juga tiap hari ke pasar karena memang suasananya unik, beda ma mal yang gitu-gitu aja.

  17. Aku juga duka jajan di pasar tradisional, lebih variasii menurutku, selsin tentunya lebih murah

  18. Jajanan pasar tradisional yg khas dan beraneka rupa selalu menjadi godaan utk di bawa pulang 😀

    @siethi_nurjanah

  19. Biarpun kadang berasa panas banget pas di dalam.. Hiruk pikuk pasar memang bisa bawa kesan tersendiri ya, Mba..

  20. Wah.. Awal-awal pasar pindah pasti rumahnya berasa sepi banget ya, Mba. Terbiasa ramai soalnya. 😀

  21. Di tempatku, pasar rame itu seringnya jumat, sih. Tergantung hari libur juga, soalnya pasar yang biasanya rame emak-emak, kalau harilibur bisa kedatangan dedek-dedek sekolah juga.

  22. Ini juga pasar kecil, Jiah.. Namanya Dengok Pasar Cilik. 😀

  23. Iya, sih kalau soal fasilitas, pasar modern yang kebanyakan ber-AC dan pasar tradisional yang kebanyakan berkipas-kipas. XD

  24. Iya Mba.. Kalau nggak istighfar nanti kebablasan. Hahaha.

    Di tempatku nggak ada tukang sayur keliling malah, Mba.. Makanya pasar yang saya ceritain di atas super rame. Orang-orang-nya hampir tiap hari berdatangan. 🙂

  25. Nah.. Mau pembeli dari kalangan menengah atas maupun menengah bawah, kalau sudah masuk pasar trdisional tuh kayak yang udah nggak ada batasnya lagi. 😀

  26. Ke pasar sih aku mingguan. Lebih sering belanja di warung deket rumah. Alasannya, menjaga silahturahmi, terus ya itung2 bantu ibunya jualan. Beda harganya juga gak terlalu jauh. Toh si ibu belinya di pasar.

  27. Selain itu di pasar tradisional biasanya harganya agak agak murah ya mbak 😀
    Duh..kulinernya bikin baper.. Ehh laper…

  28. interaksi yng terjadi di pasar tradisional emang asyik,,
    apalgi kalo ibuk gue yg jad pembeli,, bisa ampe ke harga paling rendah meblinya 😀

  29. Nah, di deket rumah sebenernya juga ada warung.. Cuma kurang lengkap dan warung tersebut juga matok harganya berlebih. Seratus-lima ratus rupiah kalau belanjaannya banyak, selisihnya juga bakal banyak, dong. Mending dibeliin jajan buat anak. *emak-emak peritungan* XD

  30. Iyalah, Mba.. Kalau nggak bisa jajan, bukan pasar namanya. XD

  31. Wah.. Ayo Mba sering sering jalan ke pasar lagi.. Banyak jajan tradisional enak loh di sana. 😀

  32. Ssstt.. Sebenernya saya salah tulis itu, Mas.. Mau nulis Nagasari malah keliru lepet gedang.. Yang ada itu lepet kacang. Hahaha

  33. Dan Blogger pun harus mewarisi ke-eksistensi-an pasar tradisional. 😀

  34. Aku juga kadang sampai malu sama penjual kalau belanja sama ibu dan beliau nawarnya nggak "aturan". Murah banget kalau nawar. 🙁
    Dan nggak tau kenapa si penjual kasih aja gitu. 😀
    Tapi kadang aku coba ingetin juga, sih, kasian, penjualnya nanti malah tekor..

  35. Program revitalisasi pasar sdh mulai kelihatan hasilnya. Satu per satu pasar tradisional lebih rapi, bersih dan enak utk belanja.

    Harga2 di pasar tradisional, utk komoditas sayuran, ikan segar, cabe,dst, asliiiii lebih murahhhh banget.
    @ririekayan

  36. Aku hobby banget ke pasar tradisional Mbak El. Beli ketan, cimol sama jajanan jadul yang ampun2an nyarinya. Emang harus dilestarikan pasar tradisional kek gitu

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *