Dan.. Selamat Membaca. Selamat Kehilangan..
Baru juga aku mau baca Surat Untuk Ruth ini. Tapi sang penulis sudah menyuruhku untuk siap-siap kehilangan. Terang saja aku ingin memasukkannya kembali dalam bungkus plastik yang menjadi pelindung beberapa buku paketan yang datang siang itu. Tapi.. Rasa penasarannku mengalahkan niat itu. Jadilah, aku mulai membaca rangkaian surat dari Areno Adamar kepada Ruthefia Milana. Dan aku mulai menyiapkan diri untuk menghadapi sebuah “kehilangan”.
“Cinta adalah hasrat untuk memiliki. Sementara sayang adalah keinginan untuk menjaga.”
Sungguh. Rangkaian surat Areno Adamar yang tertulis pada bab I. Sangat menumbuhkan rasa antusiasku untuk segera menghabiskan seluruh halaman novel ini, karena rasa penasaran yang kian tumbuh, ingin mengetahui teka-teki serta apa saja bagian yang tersembunyi dalam sebuah pisau Victorinox, sama halnya dengan keingin tahuanku akan teka-teki serta bagian yang tersembunyi dalam diri Ruthefia Milana.
Tapi Pernyataan Areno Adamar pada bab 2 halaman 22 apakah itu tidak terlalu tergesa? Pernyataan tentang kepergiannya. Meskipun dalam kumcer Milana sebelumnya sudah tertulis kisah tentang kepergian Areno Adamar. Tapi dalam kisah ini, sepertinya akan lebih menarik, dan pasti akan membuat pembaca lebih merasa kehilangan dua kali lipatnya, jika pernyataan itu ditulis menjelang bab-bab terakhir. Maaf, sebelumnya, ini hanya bentuk dari sebuah pemikiran pembaca yang masih awam.
Untuk bab-bab berikutnya cerita yang tertulis dalam surat Areno Adamar sangat memancing imajinasiku untuk menerka-nerka apa yang akan terjadi selanjutnya, ketika ternyata Areno Adamar dan Ruthefia Milana melakukan perjalanan dengan tujuan yang sama. Surabaya.. Sampai pada akhirnya, kedatangan Abimanyu, menjawab sebagian yang menjadi angan-anganku.
Sama seperti Areno Adamar, aku semakin ingin menguak sisi misterius dalam diri Ruthefia Milana. Terlalu banyak hal-hal dalam dirinya yang memaksaku menjelma menjadi manusia kepo. Apalagi ketika Areno Adamar menemukan sebuah foto perempuan yang dikenalnya sebagai Ruthefia Milana yang terpajang pada laptop Abimanyu sebagai wallpaper dekstopnya. Ah, ada apa sebenarnya? Terlalu banyak pertanyaan-pertanyaan di kepalanya tentang.. Apa yang tersembunyi dalam diri Ruthefia Milana.
Tepat pada bab 6. Aku menertawakan pertemuan antara Areno Adamar dengan Ruthefia Milana di sebuah kafe di Tunjungan Plaza malam itu. Lebih tepatnya, menertawakan pemikiran-pemikiran lucu dalam benak Areno Adamar. Pemikiran yang Areno Adamar sendiri tidak tau bagaimana cara dia mengungkapkan semua itu dalam sebuah kata atau pertanyaan singkat kepada Ruthefia Milana.
Sama dengan bab-bab sebelumnya. Aku tetap melanjutkan pencarian, membaca dengan khusyuk dan dengan rasa penasaran yang berkecamuk. Rasa penasaran tentang cerita apa yang masih tersimpan rapih dalam diri Ruthefia Milana. Aku tersenyum ketika membaca surat Areno Adamar yang kadang terlihat terlalu kepo, dengan imajinasinya yang suka menebak-nebak, tapi tidak pernah dapat diungkapkan, serta belum juga mendapat jawaban yang lugas dari Ruthefia Milana.
Sejenak keheningan menyapaku, ketika mendapati adegan-adegan tak terduga yang terjadi di Kota Batu. Dan pernyataan Ruthefia Milana tentang hubungannya dengan Abimanyu, setelah kejadian tidak terduga itu sejenak berlalu. Sampai pada saat Areno Adamar merasa ada yang berubah pada Ruthefia Milana setelah itu. Ruthefia Milana seakan menjaga jarak dari Areno Adamar.
“Begitulah. Pencarian yang tidak kunjung menemukan, akhirnya berujung pada satu titik lelah. Namun, di saat lelah dan tidak lagi hendak meneruskan pencarian, terkadang kita justru diberi kejutan: sebuah penemuan yang lebih menyenangkan.”
Benar saja. Pada Bab 13 aku dikejutkan dengan pertanyaan Ruthefia Milana kepada Areno Adamar “Kamu ingin membawa hubungan ini kemana?” terdengar seperti lagu salah satu band di Negara kita, Indonesia. Tapi bukan hal itu yang mengejutkanku, melainkan, pertanyaan dalam benakku. Kapan tepatnya, secara resmi mereka memutuskan untuk saling “berhubungan”? Apa mungkin setelah adegan-adegan tak terduga waktu itu? Mungkin.
Dan pernyataan Ruthefia Milana yang membuat Areno Adamar berucap “Ironis. Kamu berkata ‘Aku sayang kamu’ tepat pada saat kamu harus meninggalkanku.” Rencana kedatangan keluarga Abimanyu untuk melamar Ruthefia Milana. Menjawab semua pertanyaan-pertanyaan yang memenuhi kepala Areno Adamar.
“Tiba-tiba saja, aku dan kamu harus menahan diri dari hal yang membuat kita bahagia. Tiba-tiba saja, aku dan kamu harus membunuh rasa yang ada di dalam dada kita masing-masing.”(Kekuatan kata-kata di atas, seketika berubah menjadi senyum simpulku, saat tau bahwa Areno Adamar adalah anak kandung dari presiden Amerika. Serius? *sigh*)
Ruthefia Milana berubah menjadi gadis yang manis setelah dia mengungkapkan misteri yang disimpannya selama ini. Berbeda dengan Areno Adamar yang dalam hatinya penuh kecamuk rasa kecewa, rasa belum siap dan tidak ingin kehilangan. Ruthefia Milana mencoba mengembalikan, lebih tepatnya menikmati, dan tidak mau menyia-nyiakan waktunya yang tersisa bersama Areno Adamar. Dia ingin mengenang waktu yang tersisa dengan senyum, bersenang-senang, dan kebahagiaan bersama Areno Adamar.
If you were falling, that I would catch you.You need a light, i’d find a matchCause I love the way you say good morning.And you take me the way I am.
“Potret yang blur
itu pun mungkin seolah menunjukkan bahwa begitulah sebenarnya kehidupan, samar
dan tidak sempurna.”
Ah, akhirnya.. Setelah sekian bab aku dibuat penasaran dengan gambar sketsa, dengan bercak merah serupa darah. Aku menemukan jawaban atas itu semua pada bab ke 16. Seandainya pernyataan kepergian Areno Adamar juga berada pada bab-bab terakhir seperti ini. Pasti dentuman jantung para pembaca akan lebih terasa. Terlebih rasa kehilangan akan semakin menusuk. Meskipun di bab-bab terakhir juga menceritakan lebih jelas, kapan dan bagaimana tepatnya kepergian Areno Adamar itu terjadi. Tapi aku sudah terlanjur membaca pernyataan tersebut pada bab 2. Meskipun Areno Adamar menyampaikannya secara implisit.
Terima kasih kepada Sang Penulis yang telah menciptakan, rangkaian-rangkaian kata yang indah ini. Salam untuk Areno Adamar yang saat ini telah berada tenang di alam sana. Dan, tolong sampaikan kepada Ruthefia Milana. Lari pada hari pernikahan? Apa yang kamu lakukan? See? Penyesalan selalu datang belakangan, bukan?
Tapi.. kehidupan akan terus berjalan maju, Ruthefia Milana, menyesallah sewajarnya, karena masih banyak yang bisa kamu lakukan, sementara rindumu akan kehadiran Areno Adamar akan selalu terkenang, sesakit apa pun itu. Di sana Areno Adamar pasti akan berdo’a untuk kebahagiaanmu. Move On!
wah jadi seperti itu ceritanya ya.. 🙂
"Tiba-tiba saja, aku dan kamu harus menahan diri dari hal yang membuat kita bahagia. Tiba-tiba saja, aku dan kamu harus membunuh rasa yang ada di dalam dada kita masing-masing."
wah seru kayaknya… *beli ah*
Semacam kisah antara Surat Howhaw #2 dan Surat Howhaw #3 ya? 😀
*yakalik*
Iya, mbak.. Sad ending banget, cuma.. Ada beberapa bagian yang kurang memuaskan, sih. Menurutku. 🙂
Akhir-akhir ini lagi sering ketemu sama penulisnya, Bernand Batubara, cari ilmu ke penulis senior :p
Oh, calon penulis, ya, mas? Sukses deh.. 🙂